Zakat, Haji dan Wakaf
Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur yang paling penting dalam menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti sholat, puasa, dan lainnya dan telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah.
Rukun Islam yang terakhir adalah naik haji ke Baitullah. Maksudnya adalah berkunjung ke tanah suci untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan. Ibadah haji ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau kuasa yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang dapat dilakukan pada bulan- bulan lain selain bulan Zulhijah.
Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati, melaksanakan perintah Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan umat Islam lainnya di seluruh dunia.
Dan sedangkan Wakaf Menurut Imam Nawawi adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
A. Zakat
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perintah Zakat
Zakat menurut bahasa artinya bersih, tumbuh, atau bertambah. Dinamakan demikian karena zakat dapat membershkan jiwa dan menyucian harta. Pengertian zakat menurut hukum syara ialah memberikan sebagian rezeki kepada yang berhak menerima dengan cara-cara yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Adapun dasar hukum zakat ialah firman Allah Swt. sebagai berikut.
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Khuz min amwälihim sadaqatan tutahhiruhum wa tuzakkihim biha .... [103]
Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membershkan dan menyucikan mereka ... (Q.S. At-Taubah (9):103)
Keuntungan berzakat sungguh luar biasa. Harta para muzaki (yang berzakat) akan bertambah banyak (subur). Nabi Muhammad saw. bersabda, "Bentengilah dan suburkanlah hartamu itu dengan zakat." (HR. al-Khatib dari Ibnu Mas' ud)
Zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang sudah memiliki nisab harta. Nisab harta yang wajib dizakati berbeda-beda tergantung dari jenis harta itu.
2.. Pihak yang Berhak Menerima Zakat
Adapun yang berhak menerima zakat adalah sesuai firman Allah Swt., sebagai berikut.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾ [ التوبة: 60]
Innamas-sadaqãtu lil-fugarã'i wal-masakini wal-amilina 'alaihã wal-mu'allafati qulübuhum wa fir-rigab wal-garimina wa fi sabilillähi wabnis-sabili), faridatam minallähi), wallähu 'alimun hakim(un). [60]
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
a. Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
b. Miskin, mereka yang memiiki harta, namun tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
c. Amil, mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat
d. Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri sengan keadaan barunya.
e. Hamba sahaya, mereka yang ingin memerdekakan dirinya.
f. Garim, mereka yang berutang untuk memenuhi kebutuhan halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.
g. Fisabililläh, mereka yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah dan perang.
h. Ibnu sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan
3. Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta).
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah hendaknya dibayarkan sebelum melaksanakan salat Idulfitri pada tanggal 1 Syawal. Pembayaran zakat dilakukan dengan menggunakan 2,5 kg bahan makanan pokok. Pembayaran zakat juga dapat dilakukan dengan menggunakan uang sebanding harganya dengan harga 2,5 kg bahan makanan pokok.
b. Zakat Mal
Zakat mal yang wajib dikeluarkan adalah sebagai berikut.
1) Emas, perak, dan mata uang.
2) Harta perniagaan.
3) Hewan ternak.
4) Buah-buahan dan biji-bijian yang dapat dijadikan makanan pokok.
5) Barang tambang dan harta rikaz (harta terpendam).
4. Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat sekarang ini tidak terbatas pada lingkungan masjid atau majelis taklim. Sekarang telah tumbuh dan berkembang lembaga pengelola zakat, infaq, dan sadaqah (ZIS) yang dikelola secara khusus, baik oleh pemerintah maupun swasta. Oleh karena itu, kondisi tersebut menuntut pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan yang khusus tentang pengelolaan zakat secara nasional.
Tujuan peraturan zakat adalah agar pengelolaan zakat dapat terlaksana dengan baik dan terkoordinir secara merata diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan demikian, pelaksanaan zakat dapat dilakukan sesuai tuntunan Allah dan rasul-Nya.
5. Lembaga Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat diatur oleh Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999. Dalam teknis pelaksanannya, undang-undang tersebut diatur melalui keputusan presiden dan peraturan daerah.
Semua intansi atau lembaga pengumpul dan pengelola zakat harus mengikuti aturan main yang telah ditetapkan pemerintah. Hal tersebut di-maksudkan untuk menghindari terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan dana zakat.
Secara umum lembaga atau intansi yang mengumpulkan atau mengelola dana zakat terdiri atas dua kelompok, yaitu lembaga yang dibentuk pemerintah dan lembaga yang dibentuk pihak swasta. Contoh lembaga pengelola zakat swasta, seperti DSUQ, Rumah Zakat Indonesia, dan Dompet Duafa. Adapun untuk lembaga pengelola zakat milik pemerintah biasanya ditampung di KUA atau di kantor kelurahan setempat.
B. Haji
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perintah Haji
Pengertian haji menurut etimologi berarti maksud, tujuan, atau menyengaja mengunjungi suatu tempat. Pengertian haji menurut ahli fikih adalah mengunjungi Baitullah (Ka'bah) untuk mengerjakan amal-amalan tertentu pada tempat dan waktu yang telah ditentukan.
Ibadah haji merupakan ibadah yang mengintegrasikan antara jasmani dan rohani serta rukun Islam yang kelima, Haji hanya diwajibkan kepada orang Islam yang mampu untuk melaksanakannya.
Kewajiban haji hanya satu kali seumur hidup, selebihnya adalah sunah. Terdapat berbagai keterangan yang menerangkan pelaksanaan ibadah haji, di antaranya sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُتْ وَلَمْ يَفْسُقُ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (رواه البخاري)
'An abi hurairata gala: sami' tu-nabiyya sallallahu alaihi wasallama gala man hajja lillähi falam yarfus walam yafsuq raja a kayaumi waladat-hu ummuhu.
Artinya : Dari Abu Hurairah, dia mendengar Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa beribadah haji semata-mata karena Alah Swt, tidak berkata keji dan tidak melakukan perbuatan jahat, orang itu (bersh) kembali seperti ia baru diahirkan kembali oleh ibunya (tidak berdosa." (HR. al-Bukhari)
2. Syarat Haji
Syarat-syarat bagi orang yang hendak mengeriakan haji adalah sebagai berikut.
1) Islam, orang non-Islam tidak boleh mengerjakan haji
2) Berakal, orang yang gila tidak sah hajinya
3) Balig atau dewasa, anak keil yang sudah berhaji, maka ketika dewasa ia hendaknya mengerjakan haji lagi
4)Merdeka, hamba sahaya yang sudah berhaji, maka ketika ia merdeka hendaknya mengerjakan haji lagi.
5) Kuasa atau mampu. Arti mampu tersebut adalah mampu dari segi jasmani, rohani, ekonomi, dan keamanan.
a) Segi Jasmani
(1) Tidak terlalu tua, agar tidak kesulitan dalam melakukan haji atau umrah.
(2) Tidak dalam keadaan sakit (sakit lumpuh) yang diperkirakan sulit untuk sembuh.
(3) Tidak berpenyakit menular, karena akan membahayakan orang lain.
(1) Mengetahui hukum dan manasik haji atau umrah.
(2) Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji atau umrah dengan perjalanan yang jauh.
c) Segi Ekonomi
(1) Mampu membayar ONH (Ongkos Naik Haji) dengan harta yang halal, bukan hasil penjualan rumah, tanah, sawah, atau perusahaan yang menjadi satu-satunya sumber kehidupan.
(2) Memiliki biaya hidup bagi keluarga yang menjadi tanggungannya, meliputi sandang, pangan, papan, dan biaya-biaya lainnya, termasuk biaya pendidikan.
d) Segi Keamanan
(1) Aman di perjalanan selama melaksanakan ibadah haji dan umrah.
(2) Keamanan bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkan selama melakukan ibadah haji atau umrah. Untuk menjamin keamanan jiwa dan harta calon haji wanita, menjadi syarat wajib baginya pergi bersama suami atau mahramnya, atau dengan wanita yang dipercaya.
Dalam ibadah haji, terkandung dua macam ibadah yang saling berhubungan, yaitu umrah (biasa disebut haji keil) dan haji (biasa disebut haji besar). Allah berfirman dalam Surah al-Bagarah ayat 196 sebagai berikut.
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ
Wa atimmul-hajja wal-'umrata lilläh(i) ... [196)
Artinya : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.
3. Rukun Haji
Rukun haji disebut juga fardu haji. Rukun haji berbeda dengan wajib haji. Jika salah satu rukun haji tertinggal, haji yang dilakukan tidak sah dan harus diulang tahun depan. Jika wajib haji tidak dikerjakan atau tertinggal, hajinya tetap sah, tetapi harus membayar dam (denda).
Rukun haji meliputi ihram, wukuf di Arafah, sai, tawaf, tahalul, dan tertib.
1) Ihram
Ihram adalah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, atau mengerjakan keduanya sekaligus. Ihram wajib dimulai dari miqat, baik miqat zamani maupun miqat makani. Jemaah haji sebelum melakukan ihram, disunahkan melakukan beberapa perbuatan berikut.
a) Mandi
b) Membersihkan badan
c) Memotong kuku
d) Mencukur kumis dan rambut
e) Memakai wangi-wangian
f) Salat sunah ihram dua rakat
2) Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah berarti berada di Arafah. Waktu wukuf dimulai dari tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Zulhijah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., "Bahwa Rasulullah saw. menyuruh seseorang untuk menyerukan, Haji itu ialah Arafah, barang siapa datang pada malam 10 sebelum fajar terbit berarti ia telah mendapatkan Arafah."
3) Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali. Dalam pelaksanaan tawaf, seorang jamaah haji/umrah tidak perlu berniat sendiri karena sudah terkandung dalam ihram.
Syarat tawaf adalah sebagai berikut.
a) Suci dari hadas (besar/kecil) dan najis.
b) Menyempurnakan tawaf dengan tujuh putaran.
c) Tawaf dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad.
d) Ka'bah hendakya berada di sebelah kiri kita atau searah Hajar Aswad ketika memulai tawaf.
4) Sai
Sai adalah berjalan dan berlari-lari keil pulang pergi dari bukit Safa ke Marwah sebanyak tujuh kali. Beberapa syarat sai adalah sebagai berikut.
a) Dimulai dari bukit Safa dan diakhiri di bukit Marwah
b) Dilakukan sebanyak tujuh kali
c) Sai hendaklah dilakukan setelah tawaf qudum.
d) Perjalanan dari bukit Safa ke Marwah dan dari bukit Marwah ke bukit Safa masing-masing dihitung satu kali perjalanan, sehingga hitungan ketujuh berakhir di Marwah.
5) Tahalul
Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut kepala sebagai tanda telah bebas dari larangan-larangan haji atau umrah.
6) Tertib
Tertib (menertibkan rukun-rukun) adalah mendahulukan yang semestinya dari rukun-rukun tersebut. Maksudnya adalah mendahulukan ihram dari rukun-rukun lain, mendahulukan wukuf dari tawaf, mendahulukan tawaf dari sai, dan mendahulukan sai daripada bercukur.
4. Wajib Haji
Perkataan wajib dan rukun biasanya sama artinya, namun dalam urusan haji berbeda. Rukun haji adalah perbuatan yang harus dilakukan selama pelaksanaan haji dan tidak boleh diganti dengan dam (denda).
Wajib haji adalah perbuatan yang harus (wajib) dilakukan selama pelaksanaan haji. Apabila salah satu wajib haji tersebut tertinggal atau tidak dapat dilaksanakan, ibadah hajinya tetap sah. Akan tetapi, ia harus membayar dam (denda).
Beberapa wajib haji yang harus dilakukan jemaah haji adalah sebagai berikut.
1) Memulai ihram dari migat (di atas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah).
2) Mabit (bermalam) di Muzdalifah.
3) Mabit (bermalan) di Mina.
4) Melontar jamrah Ula, Wusta, dan Aqabah.
5) Menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram
6) Tawaf wadak (perpisahan) bagi mereka yang akan meninggalkan Makkah.
5. Sunah Haji
Perbuatan sunnah selama pelaksanan haji adalah sebagai berikut.
1) Membaca talbiyah.
2) Membaca salawat kepada nabi dan berdoa sesudahnya.
3) Tawaf qudum dilakukan pada saat umrah.
4) Memasuki Baitullah melalui pintu Hijir Ismail.
6. Larangan bagi Orang yang Sedang Ihram Haji Berikut ini larangan bagi orang yang sedang ihram haji.
1) Memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki.
2) Memakai tutup kepala bagi laki-laki, seperti topi.
3) Menutup muka dan kedua telapak tangan bagi wanita.
4) Memakai wangi-wangian bagi laki-laki dan perempuan.
5) Mencukur atau mencabut rambut yang ada di badan dan kepala.
6) Nikah, menikahkan, atau menjadi wali dalam pernikahan.
7) Dilarang bersetubh bagi suami istri, termasuk cumbu rayu.
C. Wakaf
1. Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf
Pengertian wakaf menurut etimologi berarti menahan sesuatu, sedangkan pengertian wakaf menurut istilah fikih adalah menahan sesuatu benda yang tetap (permanen) zatnya serta dapat diambil manfaatnya untuk kepentingan umum.
Dasar Hukum wakaf sebagaimana firman Allah Swt. adalah sebagai berikut
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā'ifahụ lahū aḍ'āfang kaṡīrah, wallāhu yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja'ụn
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan
2. Syarat dan Rukun Wakaf
Untuk sahnya amalan wakaf, perhatikan ketentuan syarat dan rukun berikut.
a. Syarat Wakaf
Berikut syarat harta yang diwakafkan.
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, "Saya wakafkan sesuatu apabila mendapat keuntungan yang lebih besar dari saha yang akan datang." Hal ini disebut tanjiz.
3) Jelas mauquf alainya (orang yang diberi wakaf) dan
dapat dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf).
b. Rukun Wakaf
Rukun wakaf meliputi beberapa hal berikut.
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya adalah ke-hendak sendiri dan berhak berbuat baik walaupun bukan orang Islam.
2) Adanya harta yang diwakafkan (mauquf), syaratnya adalah
(a) barang yang dimiliki dapat dipindahkan dan tetap haknya, berfaedah ketika diberikan ataupun di kemudian hari;
(b) milik sendiri walaupun hanya sebagan yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain).
3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf), yaitu orang yang memiliki sesuatu. Anak yang mash berada dalam kandungan ibunya tidak sah menerima harta wakaf.
4) Akad wakaf, misalnya "Saya wakafkan tanah ini pada masjid, sekolah orang yang tidak mampu, dan sebagainya." Akad tersebut tidak perlu gabul (jawab), kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum).
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak dapat dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab, harta yang diserahkan harus berupa harta yang tidak habis dipakai, bermanfaat terus-menerus, dan tidak boleh dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh sebab itu, harta yang diwakafkan harus berwujud sebidang tanah, pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya, bangunan masjid, madrasah, atau jembatan.
Macam-macam harta yang diwakatkan sebagaimana ter-sebut termasuk sedekah jariah (amal jariah), yakni sedekah yang pahalanya terus-menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan, setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Iza mãta-I insanu inqata'a 'anhu 'amaluhu illā min salasatin sadaqatin jariyatin au'ilmin yuntafa'u bihi au waladin salihin yad ulahu.
Artinya : Apabila manusia (anak Adam) meninggal, terputuslah kesempatan (memperoleh pahala) amaliahnya, kecuali dari tiga macam, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa mendoakannya. (HR. Muslim)
Salah satu yang mendukung berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihat sekarang adalah karena hasil wakaf kaum muslimin. Banyak bangunan masjid, musala (surau), sekolah, pondok pesantren, dan panti asuhan hampir semanya berdiri di atas tanah wakaf. Bahkan, banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan orang-orang kaya agar mau mewakafkan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal itu dilakukan atas persetujuan bersama atau pertimbangan kemaslahatan umat agar bermanfaat bagi perkembangan Islam.
4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
Pada umumnya semua bentuk pelepasan harta (wakaf) merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Berikut ini penjelasan landasan wakaf di Indonesia, tata cara perwakafan ranah milik, surat yang harus dibawa dan diserahkan oleh wakif kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sebelum pelaksanaan ikrar wakaf, hak dan kewajiban nadir, mengganti barang wakaf, dan pengaturan wakaf.
a. Landasan
Beberapa landasan wakaf di Indonesia.
1) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.
3) Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
4) Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik.
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Tata cara perwakafan tanah milik adalah sebagai berikut.
1) Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2) Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas, dan tegas kepada nadir yang telah disahkan di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat.
c. Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksanaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1) Sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E).
2) Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan.
3) Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria setempat.
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau badan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
1) Hak Nadir
(a) Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya, dengan ketentuan tidak melebihi 10% dari hasil bersih tanah wakaf
Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
2) Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya yaitu sebagai berikut.
(a) Menyimpan dengan baik kedua salinan Akta ikrar wakaf.
(b) Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya.
(c) Menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
e. Undang-Undang Pengelolaan Wakaf
Sebagai tanggung jawab dan kepedulian terhadap pengelolaan wakaf, maka pemerintah dengan persetujuan DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Pengelolaan Wakaf.
Penetapan undang-undang tersebut berlatar belakang sebagai berikut.
1) Bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan ke-sejahteraan umum.
2) Bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat yang pengaturannya belum lengkap serta mash tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
3) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk undang-undang tentang wakaf





Komentar
Posting Komentar